Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saskia

 





Tahun 2002, Sabtu sore itu, perempatan Cikole, Pandeglang, seperti biasa ramai oleh kesibukan. Titik pemberhentian angkutan umum ini adalah saksi bisu rutinitas mingguan kami: para anak sekolah yang ngekost, berlomba pulang ke kampung halaman. Aku, dan beberapa teman lainnya, sudah siap siaga menanti bus jurusan Labuan.

Sore itu terasa sedikit berbeda. Entah mengapa, hanya aku yang tertinggal. Teman-teman satu kostan sudah lebih dulu menghilang, seolah meninggalkanku sendirian di tengah keramaian. Tak lama, sebuah bus Jakarta-Labuan datang, dan seperti biasa, perebutan kursi pun tak terhindarkan. Penumpang saling sikut, berdesakan, sampai salah satu kondektur terpaksa berteriak, "Woy, santai! Ada penumpang mau turun!" Melihat kekacauan itu, semangatku untuk ikut berdesakan langsung menciut. Lebih baik menunggu bus lain, pikirku.


Langit Cikole mulai menggelap, rintik-rintik hujan perlahan membasahi aspal. Tak lama, sebuah bus berwarna merah terang berhenti tepat di depanku. Anehnya, bus itu hampir kosong, hanya segelintir penumpang di dalamnya. Tanpa ragu, aku melangkah naik dan langsung menempati kursi paling belakang, tempat favoritku untuk menikmati perjalanan.

Bus perlahan melaju, diiringi irama hujan yang kini mulai membesar. Dalam suasana syahdu seperti ini, sebatang rokok terasa menjadi pelengkap sempurna. Namun, saat tanganku hendak merogoh saku tas, pandanganku terpaku pada satu objek. Aku baru menyadari, di samping kiriku, duduk seorang gadis. Kulitnya putih bersih, rambut sebahu berwarna kecoklatan, hidung mancung, bibir merah jambu, dan sepasang mata bening yang memancarkan kejernihan. Seragam SMA yang dikenakannya mengindikasikan dia bukan anak sekolah Pandeglang.


"Anak mana…?" Entah dari mana datangnya keberanian itu, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Padahal, aku termasuk tipe orang yang canggung dan pemalu, terutama saat berhadapan dengan gadis yang belum kukenal.

Gadis itu menoleh perlahan, dengan ekspresi sedikit terkejut. "Nanya ke siapa? Ke saya?" Dia balik bertanya, membuatku sedikit salah tingkah.

"Ke siapa lagi, kan di samping saya cuma ada kamu, hehe..." Jawabku sambil nyengir, mencoba mencairkan suasana.

"Oh, iya maaf. Saya dari Jakarta," jawabnya akhirnya, senyum tipis terukir di bibirnya.

"Ah, nggak perlu minta maaf. Mau ke mana kalau boleh tahu?" Tanyaku lagi. Dia terdiam sejenak, seperti menyimpan keraguan. "Nggak ngasih tahu juga nggak apa-apa," sambungku cepat, berusaha membuatnya nyaman.

"Kalau situ mau ke mana?" Dia justru balik bertanya.

"Hmm, ya pulanglah," jawabku santai.

"Iya, pulang ke mana?"

"Aneh, kok malah kamu yang nanya, haha." Aku geli sendiri dengan percakapan kami yang unik.

"Saya mau ke saudara di Labuan," jawabnya, sambil menyibak rambutnya.

"Sama dong kalau gitu tujuan kita," kataku, mencoba membangun koneksi.

"Nggak nanya," jawabnya datar, sambil membuang muka.

"Hehe..." Aku sedikit gemas dengan tingkah gadis ini. Tanpa pikir panjang, aku mengulurkan tangan. "Kenalin, nama gue Riki."

Dia menyambut uluran tanganku, "Gue Saskia... haha." Lalu dia tertawa.

"Lho, kenapa ketawa?" Aku tersenyum heran.

"Tadi saya, sekarang gua."

"Ya, lu kan dari Jakarta, jadi gua ngehargain lu," jelasku, sedikit bercanda.

"Iya, makasih," jawab Saskia, kini dengan senyum yang lebih lebar.


Perkenalanku dengan Saskia membuat perjalanan pulang terasa begitu menyenangkan. Dia sosok yang humble, rendah hati, dan mudah diajak bicara. Jarang-jarang aku bisa kenal dengan cewek secantik dia, apalagi dia anak kota. Dulu, bisa kenal dengan cewek kota itu rasanya kebanggaan tersendiri, bisa dipamerkan ke teman-teman. Jauh berbeda dengan zaman sekarang di era media sosial, di mana perkenalan bisa terjadi semudah membalik telapak tangan.

Obrolanku dengannya terus berlanjut, semakin dalam dan hangat, hingga tak terasa bus kami tiba di Terminal Tarogong, pemberhentian terakhir. Pertemuan tak terduga di dalam bus merah yang sepi, di tengah hujan yang syahdu, akan selalu menjadi memori yang tak terlupakan.

Sebenarnya cerita ini masih panjang dan menarik tapi sampai disini dulu. karna aku lagi males nulis.

silahkan komen di bawah mohon maaf kalau ada salah kata.

Terima kasih. 








2 komentar untuk "Saskia"

Admin 5 September 2022 pukul 15.15 Hapus Komentar
Ditunggu kelanjutanya Bang
Dedi Haliem 7 September 2022 pukul 10.56 Hapus Komentar
oke