Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Panitia Reuni SMA Yang Hilang ?





Reuni adalah momen yang paling dinantikan setelah lulus sekolah. Selain menjadi ajang untuk melepas rindu dengan teman-teman satu almamater, reuni juga menjadi wadah untuk berbagi cerita dan pengalaman masing-masing setelah menempuh jalan hidup yang berbeda; ada yang sudah bekerja, ada pula yang belum; ada yang sudah berkeluarga, tak sedikit pula yang masih melajang. Kali ini, saya akan berbagi pengalaman ketika turut serta menjadi bagian dari acara Reuni SMA Negeri 2 Pandeglang Angkatan 2003.

Beberapa unggahan di Grup Facebook dan WhatsApp SMAN 2 Pandeglang 2003 mengajak untuk mengadakan reuni pada tahun 2016, mengingat acara serupa pernah diadakan pada tahun 2013 dan terbilang sukses. Di antara yang gencar memposting ajakan tersebut adalah Udenk. Mungkin, jika tidak ada Udenk, acara reuni angkatan 2003 ini tidak akan pernah terwujud. Selain Udenk, ada juga Novi, Sulis, Dayat, dan Adi yang turut bersemangat.

Udenk dan Adi kerap menghubungi saya melalui WhatsApp. Mereka sering meminta pendapat mengenai persiapan acara reuni yang telah mereka lakukan.

"Lho, kok saya? Sepenting itukah saya?" pikir saya.

Saya pun memberikan sedikit saran kepada Udenk dan Adi mengenai daftar undangan. Menurut saya, jangan hanya lulusan SMA Negeri 2 saja yang diundang, tetapi juga teman-teman yang dulu tidak lulus atau berhenti di tengah jalan. Bagaimanapun, mereka pernah belajar dan tentu memiliki kenangan, meskipun singkat.

Udenk dan Adi menyetujui saran saya, bahkan mereka berdua berencana untuk menggratiskan biaya partisipasi bagi alumni yang kondisi ekonominya kurang mampu.
Kemudian, Udenk kembali menghubungi saya dan meminta saya datang dua hari sebelum acara reuni. Katanya, saya diikutkan sebagai panitia bersama teman-teman lainnya. Tentu saja, saya menyanggupinya dengan senang hati.

Keesokan paginya, saya berangkat menuju kediaman Udenk yang terletak di kawasan pemandian Cikoromoy dan Batu Qur'an Pandeglang. Dengan mengendarai motor Yamaha Jupiter Z keluaran tahun 2004, saya meluncur membelah dinginnya udara Pandeglang.



Akhirnya, saya tiba di rumah Udenk.

"Wihh, Abund, pagi-pagi sekali sudah datang. Jam berapa berangkat dari rumah, Bund?" tanya Udenk, menggunakan nama panggilan populer saya di sekolah.

"Kira-kira jam 05.30 WIB," jawab saya sambil melepas jaket, padahal udara di Pandeglang saat itu sangat dingin.

"Santai saja, ya. Kita ngopi dulu," kata Udenk sambil mengoleskan minyak kayu putih ke perutnya yang rupanya sedang masuk angin. Dalam hati saya bertanya-tanya, orang Pandeglang bisa masuk angin juga, padahal sudah terbiasa dengan udara dingin.

"Tidak terasa ya, sudah berapa tahun kita tidak kumpul. Jadi kangen sekolah," ujar Udenk sambil menyandarkan kepalanya di sofa.

"Iya, kangen bangun pagi meskipun sampai sekolah tetap kesiangan," timpal saya sambil menyalakan sebatang rokok.

"Apalagi yang kamu ingat waktu sekolah dulu, Bun? Kita kan tidak satu kelas," tanya Udenk sambil ikut menyalakan rokok.

"Mantan pacar," jawab saya sambil tersenyum dan menoleh.

"Eits... Mantan pacar siapa?" Udenk tampak penasaran.

"Mantan pacar saya lah."

"Memangnya mantannya satu sekolah?"

"Ya, iyalah."

"Perasaan saya tidak pernah lihat kamu pacaran. Jangan-jangan mantanmu bukan dari sekolah kita?"
"Sekolahnya tidak lulus kayaknya."

"Mungkin dia tidak pernah sekolah?"

"Duh... saya lupa."

"Lho, kok sama mantan pacar bisa lupa? Aneh kamu ini."

"Lupa kalau saya tidak punya pacar waktu sekolah."

"Oh, mengerti-mengerti. Pasti kamu ingin fokus belajar jadi memilih tidak pacaran dulu."

"Bukan begitu, Denk."

"Kenapa?"

"Saya tidak laku, Bangsat!"

"Hahahaha... Kirain ingin fokus belajar!" Udenk tertawa sambil mendorong kepala saya.

Waktu sudah menjelang siang, kami masih asyik mengobrol.

"Untuk acara reuni besok, apa saja yang sudah kamu persiapkan, Denk?"

"Vila, tempat parkir, kaus alumni, dan katering. Kalau yang lainnya nanti bisa menyusul."

"Oke deh."

"Tapi, sebentar dulu, Bund?"

"Apalagi? Bukankah sudah siap?"

"Justru itu, vila dan tempat parkir belum kita sewa, dan katering juga belum kita pesan," kata Udenk sambil menggaruk kepalanya.

"Waduh... acaranya kan besok, Denk?" Saya mulai merasa panik.

"Ya sudah, sekarang saja mumpung belum terlalu siang. Bagaimana?"

"Oke, mau bagaimana lagi. Lalu, teman-teman panitia yang lain ke mana? Kok sudah siang begini belum pada datang? "

"Nah... itu dia. Anak-anak yang lain masih pada sibuk, hahaha..." Udenk tertawa terbahak-bahak.

"Wah, tidak benar ini. Pantasan saja dari mau berangkat perasaan saya tidak enak, haduhh!"

"Hahahaha... sabar-sabar, Bro!"

"Sabar pantatmu lebar!"

"Hahahahaha..."

Akhirnya, saya dan Udenk berangkat dengan mengendarai motor. Namun, bukannya mencari vila atau menyewa tempat parkir, Udenk malah mengajak saya ke pasar Pandeglang untuk keperluan konsumsi. Di motor tadi, Udenk berbisik,

"Bun, mending kita cari orang saja untuk masak. Soalnya kalau pesan katering mahal, takut uangnya tidak cukup."

"Haduuhhh, sekalian saja cari tukang buat bangun vila, Denk!"

"Hahaha... sabar... sabar. Ini kan demi teman-teman juga."

"Sudah rapi begini malah diajak ke pasar. Seperti tidak tahu saja pasar Pandeglang seperti apa!"




Posting Komentar untuk "Panitia Reuni SMA Yang Hilang ?"